Headline,
Indahnya Agama Melindungi Kehidupan Manusia
Sebagai muslim kita tentu yakin bahwa tidak ada suatupun dari ibadah yang diperintahkan oleh Allah Sunhanahu wa ta'ala kecuali pasti membawa kebaikan bagi manusia. Allah Maha kuasa, Maha Sempurna dan Maha Penyayang.
Ibadah shalat misalkan. Menurut para ahli kesehatan, gerakan-gerakan shalat dapat menyehatkan badan. Karena disamping sebagai ibadah, gerakan-gerakan itu laksana senam yang bermanfaat bagi tubuh.
Namun demikian sebagai muslim kita juga harus menyadari bahwa gerakan shalat itu bukanlah gerakan yang maksud utamanya untuk olah raga atau senam. Ia tetaplah merupakan gerakan dalam ibadah ritual. Adapun manfaat kesehatan yang diperoleh darinya bisa dibilang itu merupakan bonus atau nilai tambah yang Allah anugerahkan.
Demikian pula amalan sebelum shalat yang bernama wudhu. Menurut penelitian para ahli ternyata prosesi wudhu sangat bagus bagi kesehatan. Mulai dari menghirup air dari hidung, mencuci tangan, membasuh wajah, mengusap kepala dan telinga, hingga membasuh kaki dengan sempurna. Semua prosesi itu bisa membuat anggota tubuh kita bersih sehingga mengurangi kemungkinan tertular penyakit.
Itu diantara beberapa hikmah ibadah yang disyari'atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada hambaNya dan dicontohkan pengamalannya oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam beserta para sahabat beliau.
Namun demikian kita perlu mendudukan permasalahan ini secara proporsional. Yakni bahwa wudhu dan shalat tujuan utamanya adalah ritual ibadah bukan alat pengobatan. Wudhu memang membantu menyehatkan namun air wudhu bukan anti septik pembunuh kuman. Gerakan shalat bisa menyehatkan dan meningkatkan kebugaran, namun shalat bukanlah senam. Sekali lagi ia adalah ritual ibadah.
Jangan sampai pemahaman beragama yang ghuluw (berlebihan) menyebabkan kita salah kaprah dan menggantikan fungsi-fungsi metode pengobatan dengan ritual ibadah. Masing-masing ada di wilayah yang berbeda.
Berwudhu misalnya. Tidak serta merta dengan berwudhu kita otomatis terbebas dari kuman atau tidak akan terjangkit penyakit. Kita harus bisa memahaminya dengan benar. Kalau tidak maka agama ini akan terkesan memiliki kontradiksi dan malah bisa dicela oleh orang di luar Islam.
Misalnya, kita ngotot bahwa dengan wudhu penyakit tidak akan bisa menyerang kita. Eh, faktanya di jaman sahabat dulu saja beberapa kali mereka terkena tha'un (wabah menular) hingga ada ribuan umat Islam termasuk para sahabat yang syahid.
Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata bahwa: "Pada tahun 18 Hijriyah menurut pendapat yang masyhur dari pendapat mayoritas ulama telah terjadi wabah tha'un (virus yang menular) di daerah Amwas, kemudian ia menyebar di negeri Syam. Hal itu menyebabkan banyak sekali dari kalangan para sahabat dan juga yang lainnya meninggal dunia. Ada info yang telah mengatakan bahwa jumlah orang yang meninggal mencapai 25.000 jiwa dari kaum muslimin. Dan di antara orang-orang terkenal yang telah meninggal adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah, kepercayaan umat ini radhiyallahu 'anhu" (Al-Bidaayah wan Nihaayah VI/94)
Nah, dalam kitab terkenal "Bidayah wan Nihayah" sebagaimana dikutip di atas, dengan jelas diceritakan bahwa yang meninggal karena wabah tha'un bahkan hingga mencapai 25.000 jiwa. Apakah mereka bukan ahli ibadah yang tak gemar melakukan wudhu dan shalat? Tentu bukan.
Para sahabat Nabi dan kaum muslimin jaman itu adalah para ahli ibadah dan sangat bagus dalam berwudhu. Pemahaman agama dan amaliah ibadah mereka jauh di atas kebanyakan kita saat ini. Namun sebagai manusia mereka juga tidak lepas dari musibah dan wabah. Mereka sudah berwudhu, shalat dengan khusyuk bahkan aneka ibadah lainnya, tapi tetap juga terkena penyakit.
Yang membedakan ahli ibadah dengan yang bukan ahli ibadah saat mendapat musibah adalah kesabaran dan pahalanya. Orang-orang yang ahli ibadah jiwa dan raganya semakin dekat kepada Allah. Dan kalaupun mati, mereka mati dalam keadaan syahid sebab wabah tersebut.
Kita belum menemukan riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah menyuruh para sahabat untuk mencukupkan diri dengan wudhu dan shalat saja saat ada musibah (wabah) dan kondisi genting, tapi yang diperintahkan oleh beliau adalah agar umat Islam berikhtiar menghindari penularannya.
Ada beberapa cara yang Rasulullah perintahkan. Diantaranya untuk mengantisipasi wabah menular adalah dengan mejauhinya, bagi umat yang berada di luar tempat terjadinya wabah. Dan melarang mereka yang berada di wilayah wabah untuk bepergian ke wilayah yang masih aman supaya tidak menyebar disana.
Kemudian untuk kondisi darurat, apakah karena cuaca ekstrim (panas terik, hujan lebat dan badai) atau kondisi perjalanan yang tidak aman, maka beliau membolehkan (bahkan memerintahkan) umatnya untuk berdiam di rumah masing-masing dan beribadah di rumah tersebut (tidak berjamaah di masjid). Sampai-sampai dalam adzan kalimat "hayya 'alas sholah" (mari mengerjakan shalat) diganti dengan ucapan "shollu fi buyutikum" (shalatlah di rumah kalian masing-masing).
Bukan hanya itu, bahkan menurut para ulama yang sangat memahami syari'at yang dibawa oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam, beberapa kondisi lainnya seperti karena sakit, bau mulut atau tubuh yang bisa mengganggu orang lain, sampai makanan yang terlanjur terhidang dan siap santap saja bisa menjadi sebab seorang muslim menunda untuk berjamaah di masjid.
Syekh Ibrahim al-Bajuri menyebutkan di antaranya yang bisa menjadi uzur (halangan yg diizinkan) adalah: 1) terdapat hujan dan angin besar, 2) sangat lelah, 3) udara di luar dingin atau panas sekali, 4) lapar atau haus sekali, 5) sakit, 6) sedang menghadapi masalah, 7) sedang tanggung menolong orang lain, 8) tidak ada yang pantas dipakai di tempat umum, 9) habis mengkonsumsi makanan seperti petai atau jengkol, 10) sedang menjenguk orang sakit, 11) obesitas, 12) mengantuk berlebih, dan 13) suami atau istri meminta berhubungan badan.
Padahal sebagian dari udzur yang disebutkan Syaikh di atas tidaklah membahayakan jiwa, tapi hanya karena mengganggu orang lain ataupun berkaitan dengan cuaca esktrim dan kondisi fisik yang lemah. Apalah lagi bila yang terjadi adalah munculnya bahaya yang mengancam jiwa semacam wabah mematikan.
Ini sesungguhnya menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat menjaga jiwa manusia. Dan Allah Sunhanahu wa Ta 'ala merupakan Tuhan Yang Maha Penyayang, Yang sangat menginginkan kemudahan bagi hambanya. Ia tidak membebani hamba kecuali sesuai kemampuan si hamba itu saja. Sebagaimana FirmanNya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185).
Dan dalam ayat yang lain:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286).
Saudaraku, saat Allah sudah memberikan rukhshah (keringanan) maka alangkah baiknya bila kita menyambut keringanan itu sebagai tanda syukur dan pengabdian kita kepadaNya. Jangan kita menjadi sombong dan merasa mampu sehingga meremehkan Kemurahan Allah. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتِى رُخْصَهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتِى مَعْصِيَتَهُ
“Sesungguhnya Allah menyukai didatanginya rukhsah (keringanan) yang diberikan, sebagaimana Dia membenci orang yang melakukan maksiat” (HR. Ahmad, dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar dengan sanadnya yang Shahih).
Jadi jangan kita menyangka Allah suka dengan orang-orang nekat, yang beribadah hanya dengan modal semangat dan menyepelekan fasilitas keringanan yang Dia berikan. Lebih beriman mana antara kita dengan Rasul dan para sahabat beliau? Sedang mereka saja begitu senang menyambut rukhshoh (keringanan) yang Allah berikan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesulitan/keberatan” (QS. Al-Hajj: 78).
Sungguh begitu indahnya agama ini, betapa Maha Penyayangnya Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan begitu bijaksananya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam. Hanya terkadang hawa nafsu manusia dan semangat beragama yang ghuluw (berlebihan) menyebabkan si manusia tersebut kebablasan hingga menjadi keluar jalur.
Semoga Allah Sunhanahu wa Ta'ala selalu menuntun langkah kita, sehingga kita senantiasa berada dalam ajaran NabiNya yang mulia dan istiqomah hingga khir hayat kita. Aamiin yaa Robbal 'aalamiin.
Wallahu a'lam
20 Maret 2020
0 coment rios: